Minimnya Bantuan Keuangan Parpol dari APBN


Partai Politik kerap mengeluarkan biaya besar untuk membiayai kampanye dalam pemilu


A.             Pendahuluan

Pendanaan Partai Politik dari APBN telah diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2009. Bantuan keuangan terhadap Partai Politik ini diberikan oleh Pemerintah pada setiap tahunnya.[1] Namun syaratnya, untuk mendapatkan bantuan keuangan ini, yakni Partai Politik harus memiliki kursi di DPR, atau dengan kata lain harus lolos parliamentary treshold.[2] Besaran bantuannya pun disesuaikan dengan perolehan suara masing-masing partai dalam Pemilu DPR.[3]
Berdasarkan penghitungan bantuan yang tertuang di dalam Permendagri Nomor 24 Tahun 2009, jumlah bantuan APBN kepada partai politik sebesar Rp. 108 untuk setiap satu suaranya.[4] Jika ditotal maka negara akan mengeluarkan dana sebesar 13,7 miliyar rupiah setiap tahunnya.  Sebagai contoh untuk pemilu 2014, jumlah penerima bantuan terbesar adalah PDIP dengan jumlah bantuan sebesar 2,55 miliyar rupiah.[5]
Kondisi ini berbeda ketika Pemilu 1999, perhitungan saat itu adalah sebesar  Rp. 1.000 untuk setiap satu suara hasil pemilu legislatif. Jauh lebih banyak dibandingkan pada saat ini. Sebagai contoh lima partai suara terbesar pada Pemilu 1999, yakni PDIP Perjuangan, Partai Golkar. PKB, PPP, dan PAN, partai tersebut masing-masing mendapatkan sekitar Rp. 35,68 Miliyar, Rp. 23,74 Miliyar, Rp. 13,33 Miliyar, Rp. 11, 32 Miliyar, dan Rp. 7,52 Miliyar.[6]
Dengan memperhatikan perbandingan diatas, jumlah bantuan keuangan partai politik yang dibebankan kepada negara, telah dikurangi sedemikian mungkin. Terjadi penurunan jumlah bantuan secara siginifikan antara Pemilu 1999 dengan 2014.
Dalam masalah ini tidak terjadi perdebatan diantara pemikir hukum mengenai perlu tidaknya partai politik mendapatkan bantuan keuangan yang berasal dari APBN. Karena hal tersebut telah terjawab dengan lahirnya Permendagri Nomor 24 Tahun 2009 yang merupakan bentuk delegasi dari UU Parpol. Namun perdebatan yang saat ini mengemuka, yakni mengenai minimnya bantuan keuangan partai politik.[7]  
Wacana terbaru yang muncul, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo ingin mengalokasikan dana Rp. 1 triliun pertahun bagi setiap parpol.[8] Secara umum hal ini menimbulkan pro-kontra di dalam masyarakat, dan secara khusus di dalam partai-partai politik itu sendiri.

B.             Pembahasan

Terdapat dua parpol yang telah menyatakan ketidaksetujuannya terhadap peningkatan dana parpol hingga Rp. 1 Triliun, yakni Partai Nasdem dan PKS. Alasan yang diutarakan oleh Partai Nasdem lebih didasarkan pada kondisi ekonomi Indonesia yang dinilai belum tepat untuk membebankan anggaran sebesar itu. Berbeda halnya dengan alasan yang diungkapkan oleh PKS, dengan diberikannya dana Rp. 1 triliun, uang negara berpotensi akan disalahgunakan, karena usulan tersebut tidak didasarkan pada rasionalitas yang jelas.[9]       
Dua parpol lain, yakni Gerindra dan PAN, menjawab diplomatis, dengan mengatakan partai masih mengkaji permasalahan tersebut. Sedangkan sisanya menyatakan dukungannya terhadap peningkatan dana parpol. Alasan-alasan yang disebutkan misalnya semua parpol membutuhkan dana operasional yang cukup besar berkaitan dengan program-program daerahnya, menghindari praktik korupsi di kalangan elit parpol, serta dapat menuntut tanggung jawab besar bagi parpol untuk menunjukan integritasnya.[10] 
Di lain pihak Mendagri selaku yang memiliki usulan, mengemukakan alasan bahwa dengan sangat luasnya wilayah Indonesia, dana parpol harus ditingkatkan, karena dengan bantuan yang ada saat ini, sangat tidak memungkinkan untuk menghidupi parpol di seluruh Indonesia.[11] Selain itu, kurang memadainya dana parpol dapat pula menyebabkan pejabat negara melakukan tindak pidana korupsi. Hal ini disebabkan kader partai yang mencalonkan sebagai anggota legislatif atau lainnya harus menggunakan dana pribadi yang jumlahnya fantastis guna membiayai kampanye.       
Tjahjo Kumolo menambahkan pendanaan parpol sudah dijalankan oleh beberapa negara, contohnya saja di Jerman, Denmark, Uzbekistan, Inggris, Italia, dan Meksiko. Tidak jarang diantara negara tersebut parpol disubsidi oleh negara berkisar 50 persen, bahkan di Uzbekistan Parpol disubsidi hingga 100 persen.[12]  
Guna menjawab permasalahan ini, pertama mari kita coba hitung bersama dampak apabila wacana ini terealisasi. Sebagai asumsi saja, misalnya ada sepuluh parpol yang mendapat bantuan dana 1 triliun, maka total dana yang harus dikeluarkan negara adalah 10 triliun setiap tahunnya.[13] Sedangkan apabila dilihat dari APBN 2015, pendapatan negara sebesar Rp. 1.793,6 triliun, dengan catatan kita masih memiliki defisit anggaran Rp. 245,9 triliun. Artinya potensi defisit negara dapat bertambah apabila pemerintah tidak melakukan strategi-strategi tertentu dalam “mengakali” peningkatan dana parpol.[14]    
Dana parpol yang berjumlah 10 triliun pun, apabila dibandingkan dengan daftar belanja pemerintah pusat menurut fungsinya, ternyata mampu melebihi dana yang harus dikeluarkan pemerintah dalam bidang pariwisata dan ekonomi kreatif, agama, serta perlindungan sosial.[15]Dengan begitu, dapat saja dikatakan perhatian pemerintah dalam hal ini lebih besar terhadap parpol dibandingkan terhadap tiga sektor tersebut.
Perlu diwaspadai pula, jangan sampai pemberian bantuan dana parpol dapat menggeser arah kebijakan fiskal Indonesia, yakni pengendalian defisit dalam batas aman, melalui optimalisasi pendapatan dengan menjaga iklim investasi dan konservasi lingkungan, serta meningkatkan kualitas belanja dan memperbaiki struktur belanja.[16] Pemerintah perlu mengkaji apakah pemberian bantuan dana parpol sebesar 1 triliun merupakan bentuk upaya meningkatkan kualitas belanja.               
    Sedangkan apabila kita berhitung dari sisi belanja parpol, seperti dinyatakan Veri Junaedi, pada pemilu 2009 parpol kelas menengah, seperti PKS, PAN, dan PPP jumlah belanjanya mencapai 51,2 miliyar pertahun. Apabila dirinci pengeluaran tersebut terdiri dari operasional sekretariat Rp. 1,4 miliar, konsolidasi organisasi Rp. 8,2 miliar, pendidikan politik dan kaderisasi sebesar Rp. 33,7 miliar, unjuk publik Rp. 6,7 miliar, dan perjalanan dinas Rp. 1,2 miliar.
Sebagai perbandingan saja dana bantuan negara terhadap PAN pada waktu itu hanya sebesar Rp. 677 juta. Jumlah yang sangat kecil, hanya setengah dari pengeluaran dalam perjalanan dinasnya.[17] Inilah yang sangat dikhawatirkan, jurang yang begitu jauh antara pendapatan parpol dengan pengeluaran parpol, dapat mengakibatkan para pejabat negara dari parpol melakukan tindakan korupsi.   
Dilihat dari ukuran pengeluaran PAN yang hanya Rp. 51,2 Miliyar pada pemilu 2009,[18] tentu pemberian bantuan parpol sebesar 1 triliun setiap tahunnya untuk saat ini terlalu berlebihan. Sehingga justru pemberian bantuan parpol sebesar itu rentan disalahgunakan.
Kedua, mari kita bandingkan bantuan keuangan parpol di beberapa negara. Untuk diketahui bersama, tidak ada angka ideal yang berlaku umum di semua negara terkait bantuan parpol. Ada negara yang membiayai belanja parpolnya 100 persen, tetapi ada juga negara yang tidak membiayai belanja parpolnya sama sekali, atau dapat dikatakan 0 persen sumbangan dana parpol dari negara. Sebagai contoh Uzbekistan merupakan negara yang mensubsidi kegiatan parpolnya hingga 100 persen, sedangkan contoh negara yang tidak mensubsidi kegiatan parpolnya sama sekali adalah Selandia Baru.[19]
Ada yang menarik ketika kita membandingan bantuan keuangan  parpol diantara negara-negara. Jerman dan Spanyol merupakan dua Negara yang menerapkan bantuan parpolnya hingga mencapai diatas 75 persen. Di Jerman, 75 persen kegiatan parpol dibiayai Negara, sedangkan di Spanyol 80 persen kegiatan parpol dibiayai negara.[20] Namun dampak terhadap kebijakan tersebut berbeda, subsidi parpol hingga 80 persen di Spanyol menimbulkan lahirnya kartelisasi parpol dalam sistem kepartaian. Sedangkan di Jerman dengan penerapan kebijakan yang ketat dan kompleks tidak menimbulkan ketergantungan dan kartelisasi.         
   Contoh lain negara-negara yang mensubsidi parpol, yakni Inggris, Italia, dan Australia yang mensubsidi parpol kurang dari 50 persen. Sementara Austria dan Meksiko lebih dari 50 persen dana parpol disubsidi negara.[21] Oleh karena itu dapat dikatakan di Inggris, Italia, dan Australia sumbangan perseorangan dan perusahaan lebih besar daripada sumbangan Negara, sedangkan kondisi sebaliknya yang berlaku di Austria dan Meksiko.[22]
Ada beberapa alasan, mengapa negara menginisiasi untuk membiayai parpol sangat besar atau katakan saja membiayai seluruh kegiatannya diatas 50 persen. Alasan yang pertama adalah agar pemerintah dapat lebih mengontrol keuangan parpol secara ketat. Serta yang kedua, dengan kontrol ketat yang dilakukan Negara, dapat mencegah masuknya dana-dana gelap, dan lebih jauh dapat menghindari praktik money laundry dan korupsi politik diantara pejabat partai.       
  Namun dengan kebijakan pembiayaan parpol yang cukup besar juga memiliki dampak negatif. Misalya dapat menyebabkan ketergantungan parpol pada negara yang sangat tinggi dan ada juga dapat menyebabkan parpol kehilangan hasrat merekrut anggota sehingga kehilangan tugas dan fungsi representasi, partisipasi, dan komunikasi.
Berdasarkan survey yang dilakukan Kompas pada Tanggal 11-13 Februari 2015[23], masyarakat Indonesia menolak pemberian bantuan parpol sebesar 1 triliun. Sebanyak 72,8 persen responden menolak peningkatan jumlah bantuan parpol dari APBN, sedangkan hanya 23,4 responden yang menyatakan setuju terhadap kebijakan tersebut.
Terkait besaran dana yang harus dibiayai negara, sekitar 41,6 persen responden menilai sebagian kecil dana parpol saja yang dibiayai negara. Bahkan sepertiga responden (33,2 persen) meyakini parpol tidak perlu sama sekali dibiayai oleh negara. Hanya 4,7 persen yang setuju seluruh dana parpol dibiayai negara. Alasan pertama yang diajukan publik terkait ketidaksetujuannya dana parpol mencapai 1 triliun adalah masih banyak kebutuhan lain yang lebih penting dan mendesak dibanding membiayai parpol. Kemudian yang kedua, publik menilai lebih baik dana APBN digunakan untuk program kesejahteraan rakyat.[24] 
Dibalik atas sikap publik diatas adalah rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap parpol.  Delapan dari 10 responden percaya, sebesar apapun dana APBN yang disalurkan ke parpol, tidak akan menghilangkan praktik korupsi.[25]   

Kesimpulan
     
Angka kemiskinan Indonesia sejak Tahun 1998-2011 memang terus mengalami penurunan. Seperti dicatat oleh World Bank, Worldfactbook, dan BPS, di tingkat dunia penurunan jumlah penduduk miskin Indonesia termasuk yang tercepat, laju rata-rata penurunannya sebesar 0,8 persen.[26] Namun jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Tahun 2015 diprediksi mencapai 30,25 juta jiwa atau sekitar 12,25 persen dari jumlah penduduk Indonesia.[27] Oleh karena itu wajar apabila publik menilai jumlah bantuan keuangan parpol yang begitu besar tidak perlu, dan lebih baik digunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal tersebut guna menekan angka kemiskinan di Indonesia.
       Tercatat indeks persepsi korupsi Indonesia seperti dirilis Transparency International pada Tahun 2014 mendapatkan skor 34, naik dari tahun 2013, yang hanya 32.[28] Temuan tersebut menunjukan praktik korupsi di Indonesia masih terbilang tinggi. Seperti dijelaskan oleh Andi Hamzah dalam disertasinya, penyebab korupsi diantaranya[29] : 1) kurangnya gaji pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang semakin meningkat; 2) latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi; 3) manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien yang memberikan peluang orang korupsi; 4) modernisasi pengembangbiakan korupsi.
Dengan melihat sebab diatas, perbaikan lintas sektor perlu dilakukan guna menekan angka korupsi di Indonesia. Seperti pemberian bantuan parpol dari APBN yang cukup besar, belum bisa menjamin hilangnya korupsi. Sebab lain seperti yang diungkapkan Andi Hamzah itulah yang perlu dicarikan solusinya. Upaya penguatan lembaga penegak hukum, seperti KPK juga dapat meminimalisir korupsi yang dilakukan pejabat negara.
Saat ini subsidi negara kepada parpol tergolong kecil, yakni Rp. 108 per suara nasional yang didapat.  Bandingkan dengan Denmark yang untuk satu suaranya dihargai dengan 30 danish rone atau senilai Rp. 60.000,-.Oleh karena itu penulis sependapat dengan Didik Suprianto, peningkatan dana parpol perlu dilakukan, tetapi bertahap saja. Sebagai langkah awal, peningkatan bantuan dimulai dari 5 persen dari total belanja parpol sudah cukup.
Menjadi evaluasi berikutnya, jika pertanggungjawaban parpol sudah baik, maka peningkatan dana parpol dapat kembali dilakukan, yakni ditambah menjadi 10 persen dari total belanja parpol. Hingga peningkatan bantuan parpol ini mencapai 50 persen. Tentu peningkatan dana parpol tersebut harus beriringan dengan adanya regulasi yang cukup ketat berkaitan dengan persyaratan atau kriteria parpol yang menerima bantuan serta pertanggungjawaban dan transparansi penggunaan dana parpol itu sendiri.
Penulis berkesimpulan bahwa peningkatan bantuan dana parpol pada akhirnya tidak melebihi 50 persen dari total belanja parpol. Disamping untuk mendukung kemandirian parpol, dana sebesar itu sebaiknya digunakan untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia terlebih dahulu. Sehingga arah kebijakan fiscal, yakni penguatan kebijakan fiscal dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi yang bekelanjutan dan berkeadilan dapat terwujud.     
        


[1] Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2009
[2] Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2009
[3] Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2009
[4] hasil Rp. 108 didasarkan pada penghitungan jumlah bantuan APBN tahun anggaran sebelumnya dibagi dengan jumlah perolehan suara hasil Pemilu DPR sebelumnya berdasarkan penghitungan suara secara nasional yang ditetapkan KPU.
[5] Anas Urbaningrum, Berapa APBN untuk Parpol? dalam Sindo News.com, Rabu, 18 Maret 2015 Pukul 08.48
[6] Op.cit.
[7] Lihat, Ayu Siantoro, Menimbang Dana Untuk Parpol, dalam Harian Kompas, Selasa, 21 April 2015
[8] Aryojati Ardipadanto, Kontroversi Wacana Dana Parpol dalam Jurnal Info Singkat Pemerintahan Dalam Negeri Vol. VII, No. 6/II/P3DI/Maret 2015 
[9] Wartaexpress.com, Wacana Kucuran Dana 1 Triliun, Tuai Kontroversi
[10] Wartaexpress.com, Wacana Kucuran Dana 1 Triliun, Tuai Kontroversi
[11] Aryojati Ardipadanto, Kontroversi Wacana Dana Parpol dalam Jurnal Info Singkat Pemerintahan Dalam Negeri Vol. VII, No. 6/II/P3DI/Maret 2015 
[12] Ibid.
[13] jika wacana yang terealisasi adalah parpol mendapatkan bantuan dana 1 triliun setiap tahunnya.
[14] Budget in Brief APBN 2015 Republik Indonesia
[15] Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi dalam bidang pariwisata dan ekonomi kreatif sebesar 1,9 T, dalam bidang agama sebesar 5,3 T, dan dalam bidang perlindungan sosial sebesar 8,3 T.
[16] Budget in Brief APBN 2015 Republik Indonesia
[17] Didik Supriyanto dan Lia Wulandari, Bantuan Keuangan Partai Politik : Metode Penetapan Besaran, Transparansi, dan Akuntabilitas Pengelolaan, (Jakarta : Perludem, 2012),  hal. 32
[18] Ibid.,
[19] Didik Supriyanto dan Lia Wulandari, Bantuan Keuangan Partai Politik : Metode Penetapan Besaran, Transparansi, dan Akuntabilitas Pengelolaan, (Jakarta : Perludem, 2012),  hal. 29
[20] Aryojati Ardipadanto, Kontroversi Wacana Dana Parpol dalam Jurnal Info Singkat Pemerintahan Dalam Negeri Vol. VII, No. 6/II/P3DI/Maret 2015
[21] Ibid.
[22] Op.cit., Didik Supriyanto dan Lia Wulandari,  hal. 29 
[23] Survey dilakukakan kepada 594 responden, berusia minimal 17 tahun, yang berasal dari 12 kota berbeda di Indonesia. Jumlah responden di setiap kota ditentukan secara proporsional. Metode ini menggunakan tingkat kepercayaan hingga 95 persen.
[24] Ayu Siantoro, Anggaran Untuk Parpol, dalam Harian Kompas
[25] Ibid.
[26] www.tnp2k.go.id diakses pada Tanggal 22 April 2015 Pukul 07.10 WIB.
[27] Irwan Kelana, Tantangan Kemiskinan pada 2015, dalam Koran Republika, Tanggal 2 Januari 2015
[28]Hendra Pasuhuk, Indeks Korupsi : Peringkat Indonesia Membaik, tapi Masih Buruk, dalam www.dw.de/indeks-korupsi-indonesia, diakses pada Tanggal 22 April 2015, Pukul 08.00 WIB
[29] Andi Hamzah, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagai Sarana Pembangunan,  disertasi, FH Universitas Hasanudin, Makasar,1983.

2 Responses to "Minimnya Bantuan Keuangan Parpol dari APBN"

  1. Saya Devina dari indonesia di Surabaya, saya mencurahkan waktu saya di sini karena janji yang saya berikan kepada Ibu Elizabeth yang kebetulan adalah pemberi pinjaman online dari agen pinjaman Elizabeth dan saya berdoa kepada ALLAH agar dia dapat melihat jabatan saya hari ini.

     Beberapa bulan yang lalu saya melihat sebuah komentar yang diposting oleh seorang wanita bernama Arnah dan bagaimana dia telah scammed meminta pinjaman secara online dari Dr James Mowat, menurut dia sebelum ALLAH mengarahkannya ke tangan Nyonya Elizabeth dan Nyonya Elizabeth meminjamkan 250000000 Rupiahnya tanpa stres. dan tunda, tolong jangan hubungi Dr James Mowat melalui email: jamesmowatloanfirm@gmail.com untuk menghindari menjadi korban penipuan.

    Saya memutuskan untuk menghubungi Devina untuk memastikan apakah benar dan untuk membimbing saya tentang bagaimana mendapatkan pinjaman dari Nyonya Elizabeth, dia menyuruh saya untuk menghubungi Ibu Elizabeth saya berkeras agar dia harus memberi tahu saya prosesnya dan kriteria yang dia katakan itu adalah sangat mudah bagaimana mengajukan permohonan pinjaman dari Nyonya Elizabeth yang perlu saya lakukan adalah menghubunginya, mengisi formulir permohonan kirim kembali, kirim pindaian pindaian kartu identitas saya, lalu daftarkan diri dengan perusahaan setelah itu saya akan mendapatkan pinjaman saya. . Lalu aku bertanya padanya bagaimana kamu mendapatkan pinjamanmu? Dia menjawab bahwa hanya itu yang dia lakukan, itu sangat mengejutkan.

     Saya menghubungi Ibu Elizabeth dan saya mengikuti petunjuk dengan seksama untuk saya, saya memenuhi persyaratan mereka dan pinjaman saya telah disetujui dengan sukses namun sebelum pinjaman tersebut dipindahkan ke rekening saya, saya diminta untuk berjanji untuk membagikan kabar baik tentang Nyonya Elizabeth dan itu adalah kenapa kamu melihat posting ini hari ini untuk kejutan terbesar saya saya menerima peringatan 150000000 Rupiah.Jadi saya saran setiap orang yang mencari sumber terpercaya untuk mendapatkan pinjaman untuk menghubungi Mrs Elizabeth melalui Email: elizabethchristopherloan@gmail.com untuk mendapatkan pinjaman yang aman Anda juga dapat menghubungi saya di Email saya : devinairf128@gmail.com atau anda juga bisa menghubungi Arnah di arnahnana01@gmail.com. Saya percaya satu giliran yang baik layak untuk yang lain.

    BalasHapus



  2. Saya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.

    Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.

    saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp15 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.

    Pembayaran yang fleksibel,
    Suku bunga rendah,
    Layanan berkualitas,
    Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan

    Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)

    Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)

    BalasHapus