Bebas Visa ke Indonesia, Untung Apa Rugi?

Visa on Arrival (VoA) atau visa saat kedatangan di Indonesia dikenakan biaya sebesar 25 USD pada Tahun 2008


Pada Selasa, 9 Juni 2015 Presiden Jokowi resmi mengeluarkan kebijakan bebas visa kunjungan bagi beberapa negara. Kebijakan tersebut dituangkan di dalam Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2015. Ada 45 negara yang mendapatkan fasilitas tersebut, diantaranya Republik Rakyat Tiongkok, Rusia, Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, dan lain-lain. Dari 45 negara tersebut, dibagi lagi ke dalam 2 kelompok dengan pembatasan tujuan kunjungannya.
Mayoritas Negara ASEAN tergabung ke dalam 15 negara kelompok pertama yang kunjungannya bebas, baik dalam rangka tugas pemerintahan, pendidikan, sosial budaya, wisata, bisnis, keluarga, jurnalistik, ataupun singgah untuk meneruskan perjalanan ke negara lain. Tidak hanya itu, mereka dibebaskan masuk dan keluar Indonesia melalui seluruh Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI). Sedangkan 30 negara yang tergabung di dalam kelompok kedua, dibatasi kunjungannya hanya dalam rangka wisata. Serta diperketat masuk keluarnya hanya melalui 5 Bandara dan 4 Pelabuhan Utama Indonesia. Izin tinggal ke-45 negara tersebut berlaku selama 30 hari, dan tidak dapat diperpanjang.
                Visa merupakan dokumen perizinan untuk tinggal di negara lain selama kurun waktu tertentu. Dengan pemberlakuan bebas visa, warga asing dari negara asal, tidak perlu repot untuk mengurus dan mengeluarkan biaya pembuatan visa di kedutaan besar Indonesia. Cukup hanya dengan kepemilikan passport.
Ada yang menarik ketika kita menganalisis Kebijakan Bebas Visa Indonesia, karena setiap Presiden berganti, terdapat tambahan dan penghapusan terhadap daftar negara penerima fasilitas bebas visa. Pada era Megawati ada 11 negara yang mendapat fasilitas bebas visa, kebijakan ini dibalut di dalam Keppres No. 18 Tahun 2003.
Kemudian Tahun 2008 memasuki era  SBY, tercatat ada 12 negara yang mendapatkan bebas visa, dengan menambahkan Vietnam dan Ekuador serta menghapus Turki dalam daftar negara peserta bebas visa. Pada Tahun 2011, SBY menambahkan tiga negara lagi ke dalam daftar negara bebas visa, yakni Kamboja, Laos, dan Myanmar. Kedua kebijakan SBY tersebut tertuang di dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2008 dan Perpres Nomor 23 Tahun 2011. Dan terakhir, pada periode Jokowi, terdapat 30 negara tambahan dengan bebas visa wisata.             
 Dengan melihat kecenderungan perubahan terhadap daftar negara penerima bebas visa, dapat dipahami bahwa setiap Presiden menjalankan sikap politik luar negeri yang berbeda-beda. Walaupun demikian, tetap, hasilnya harus dapat menguntungkan Bangsa Indonesia, karena kebijakan ini mensandarkannya kepada asas resiprokal (timbal-balik) dan manfaat.
Di sini penulis ingin menganalisa dampak positif dan negatif terhadap kebijakan bebas visa tersebut. Pertama, jika didasarkan pada hitung-hitungan ekonomi, berdasarkan rilis Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pada Tahun 2013, negara mendapatkan pemasukan dari wisatawan mancanegara sekitar 10 juta USD, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 9 juta USD. Tercatat 5 penyumbang terbesar berasal dari Wisatawan Singapura, Malaysia, Australia, China, dan Jepang.
Dari 30 negara penerima bebas visa wisata, 28 diantaranya merupakan negara penyumbang pemasukan negara sebesar 25 ribu USD keatas setiap tahunnya. Tercatat hanya Mexico dan Polandia yang tidak masuk ke dalam rilis Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada Tahun 2013 sebagai daftar negara penyumbang devisa dari sektor pariwisata.
Sementara itu, hubungan RI-Australia yang akhir-akhir memanas, nampaknya menempakan Australia bukan termasuk negara penerima bebas visa. Padahal Australia termasuk salah satu negara penyumbang besar devisa, dari wisatawannya, hampir 1,5 juta USD tiap tahun masuk ke kantong kas negara. Jadi berdasarkan sasaran negaranya, kebijakan bebas visa ini dirasakan tepat, karena menyisir negara yang sudah terbiasa menempatkan Indonesia sebagai tujuan favorit berliburnya. Diharapkan dengan adanya kebijakan ini, akan menambah jumlah wisatawan yang datang dari negara-negara tersebut, sehingga pemasukan negara meningkat.
Namun pemerintah sebaiknya rutin melakukan evaluasi, karena kebijakan ini juga berdampak pada hilangnya income negara yang berasal dari biaya pembuatan visa. Dengan begitu, negara hanya dapat mengandalkan pemasukan dari belanja turis.

Kedua, jika ditinjau dari sisi ketahanan negara, mencakup, di dalamnya aspek keamanan, sosio dan budaya. Seperti rilis yang dikeluarkan Dirjen Imigrasi Kemenkumham, pada Tahun 2013 sebanyak 2.011 WNA yang melakukan pelanggaran keimigrasian, sehingga total imigran yang berada di Indonesia mencapai 4.401 WNA, jumlah yang terbilang besar. Salah satu contohnya, Cynthia, Warga Australia yang tertangkap membuka usaha dagang di Bali selama 3 tahun, padahal ia hanya menggunakan visa turis. Sehingga dapat dipahami bahwa pengawasan dan penegakan hukum keimigrasian selama ini belum maksimal. Dan perlu diingat pula, dengan hadirnya gelombang turis nanti, pemerintah juga harus bekerja sama dengan para pemangku lainnya, guna menghindari peluang terjadinya kerusakan lingkungan - SDA, dan terdegradasinya moral – budaya bangsa akibat “bawaan” dari turis.                        


0 Response to "Bebas Visa ke Indonesia, Untung Apa Rugi?"

Posting Komentar